Proses Pembudayaan Di Indonesia

 Proses pembudayaan adalah tindakan yang menimbulkan dan menjadikan sesuatu lebih bermakna untuk kemanusiaan. Terdapat 6 proses pembudayaan.

Berikan pendapat Anda, proses manakah  yang paling sering terjadi pada proses pembudayaan di Indonesia? 

Terdapat 6 proses pembudayaan ;

1. Internalisasi, merupakan proses penyerapan realitas objektif dalam kehidupan manusia.

2. Sosialisasi, proses interaksi terus menerus yang memungkinkan manusia memperoleh identitas diri serta keterampilan - keterampilan sosial.

3. Enkulturasi, berbaurnya seseorang kedalam suatu lingkungan kebudayaan, dimana desain khusus untuk kehidupan kelihatan sebagai sesuatu yang alamiah belaka.

4. Difusi, meleburnya suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain sehingga menjadi satu kebudayaan.

5. Akulturasi, percampuran dua atau lebih kebudayaan yang dalam percampuran itu masing - masing unsurnya masih kelihatan.

6. Asimilasi, proses peleburan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain.


Menurut pendapat saya, yang peling sering terjadi pada proses pembudayaan di Indonesia adalah Sosialisasi.

penjelasan ;

terjadi proses menjelaskan sesuatu kepada masyarakat agar anggota masyarakat mengetahui adanya suatu konsep, suatu kebijakan, suatu peraturan yang menyangkut hak dan kewajiban mereka.

contohnya, menceritakan cerita rakyat, permainan anak - anak, ritual adat, ritus keagamaan, ini merupakan semacam sosialisasi budaya dan nilai - nilai kehidupan dari generasi kegenerasi berikutnya.

Melalui sosialisasi manusia dapat memperoleh kebudayan masyarakat diamana ia dilahirkan dan dibesarkan.

Contoh Soal Tugas dan Jawaban Pengantar Pendidikan PGSD

 1. Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia.

a.Uraikan  tujuan hidup manusia sebagai makhluk beragama ?

b.Jelaskan  asas-asas antropologis yang mendasari manusia dapat dididik ?  

jawab : 

a. Tujuan Hidup manusia sebagai mahkluk beragama adalah ;

  • Menghormati Sang Pencipta
  • untuk meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik, Karena manusia perlu mengembangkan akal budinya dalam hidup beragama agar hidupnya lebih terarah.

Contohnya ; didalam setiap agama tentunya diajarkan hal hal yang baik dan dapat merubah pola pikir manusia. Misalnya seseorang biasa melakukan kejahatan, tetapi setelah dia mulai mengenal Tuhan dan dan hidup beragama, ia tidak lagi melakukan kejahatan.

b. Asas – asas antropologis yang mendasari manusia dapat dididik ;

  • Potensialitas

Manusia memiliki potensi yang memungkinkan ia menjadi manusia, tetapi untuk itu ia memerlukan pendidikan. Contohnya dalam aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu bertingkah laku sesuai dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang diakui. Dalam hal ini manusia memiliki potensi berbuat baik yang perlu didik

  • Dinamika

Manusia selalu gerak aktif baik dalam aspek fisiologis maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi manusia ideal baik dalam rangka interaksi atau komunikasinya secara horizontal (manusia dengan manusia) maupun vertikal atau transcendental (manusia dengan Tuhan). Jika ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan dilakukan dalam rangka membantu manusia agar menjadi manusia ideal.

  • Individualitas

Setiap individu memikiri kedirisendirian (subjektivitas) dimana ia berbeda dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri. Sebagai individu ia tidak pasif, melainkan bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya. Pendidikan dilaksanakan untuk membantu manusia untuk mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya sendiri. 

  • Sosialitas

Sebagai makhluk sosial manusia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan ini akan terjadi hubungan timbal balik anatar manusia. Setiap individu akan menerima pengaruh dari individu lainnya. Hal ini berarti manusia memliki kemungkinan untuk dididik sebagai upaya pemberian pengaruh pendidikan yang disampaikan melalui interaksi atau komunikasi antar sesama manusia. 

  • Moralitas

Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan tidak baik, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas). Pendidikan hakikatnya bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem nilai dan norma tertentu yang ada di masyarakat. Manusia diarahkan untuk mewujudkan manusia ideal, yaitu manusia yang diharapkan sesuai dengan sistem nilai dan norma tersebut. Pendidikan bersifat normatif dan manusia memiliki dimensi moralitas karena itu aspek moralitas memungkinkan manusia untuk dapat didik.

2. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia baik dalam bentuk formal dan informal. Kaitkan  pendidikan dan hak asasi manusia

jawab :

  • Hak asasi manusia merupakan hak-hak alamiah yang tidak dapat dicabut karena ini adalah karunia Tuhan.Hak hidup, kebebasan dan pengejaran kebahagian.
  • Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dilihat dari masing- masing pengertian dapat dikaitkan bahwa, Pendidikan sangat penting bagi setiap orang, sehingga hak untuk mendapatkan Pendidikan menjadi hak asasi bagi setiap orang.

3.Pendidikan selain memiliki tujuan, memiliki beberapa landasan salah satunya landasan sosiologi, Analisis hubungan timbal balik pendidikan dan masyarakat ? 

jawab :

Hubungan timbal balik masyarakat dan Pendidikan

  • Kehidupan ekonomi

    Makin tinggi Pendidikan seseorang, maka peluang kesejateraan ekonominya akan lebih tinggi, sehingga banyak masyarakat ingin menimbah ilmu Pendidikan setinggi – tingginya

  • Stratifikasi sosial
  • Mobilitas sosial
  • Perubahan sosial.
4. Pendidikan adalah membimbing untuk mengeluarkan suatu kemampuan yang tersimpan di dalam diri anak.

a.       Jelaskan Unsur-unsur Pendidikan ?

Sebutkan dan rinci jenis pergaulan berdasarkan pelakunya?

Jawab :

a. Unsur – unsur Pendidikan

Secara umum Pendidikan merupakan pengalaman hidup yang berlangsung dan berpengaruh positif bagi perkembangan seseorang.

 

Unsur Pendidikan yang pertama yaitu;

  1. Keluarga,

Merupakan lingkungan Pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh Pendidikan dilingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain.

2. Sekolah,

Proses Pendidikan disekolah melibatkan banyak hal,

Anatara lain;

  • Tujuan pendidikan
  • Peserta didik
  • Pendidik

3. Dan unsur yang ke tiga adalah masyarakat


b. Jenis pergaulan berdasarkan pelakunya

  • Pergaulan individu

adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu

  • Pergaulan kelompok

adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan kelompok

  • Pergaulan campuran

adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan kelompok, atau proses interaksi yang dilakukan oleh kelompok dengan kelompok. 

Penghayatan Iman Khatolik dalam Hidup Menggereja

  

1.      Buatlah opini ( ilmiah popular ) terkait penghayatan iman khatolik dalam konteks hidup menggereja.

 

PENGHAYATAN IMAN KHATOLIK DALAM HIDUP MENGGEREJA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

LATAR BELAKANG

Hidup mengereja bukan sekedar pergi ke gereja tetapi menjadi orang khatolik tidak hanya berhenti pada ibadah, dan bersdoa,tapi juga harus di wujudkan dalam kehidupan nyata. Dari sini kita dapat membedakan apa yang disebut dengan pengungkapan dan perwujudan iman. Meski berbeda, keduanya tak dapat dipisahkan . iman mesti di ungkapkan dalam doa namun juga diwujudkan dalam hidup sehari – hari.

Dalam kisah para rasul, kita dapat melihat bahwa jemaat tak hanya berhimpun memecah – mecahkan roti dan memuja Allah, tetapi juga bertekun juga di dalam pengajaran. Mereka bertekun dalam suatu persekutuan, mereka menjual harta miliknya lalu membagikannya ke semua orang sesuai dengan kebutuhan.

 

RUMUSAN MASALAH

Apa peran orang – orang khatolik di dalam hidup menggereja

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

 

PENGHAYATAN IMAN DALAM HIDUP MENGGEREJA

Kita semua tau bahwa perkembangan zaman serta teknologi sekarang ini telah merubah begitu banyak hal. Pengaruhnya juga di rasakan oleh orang khatolik khususnya di Indonesia. Pengaruh ini ada yang baik dan juga buruk. Pengaruh baiknya adalah kita dapat membuat ide kreatif dengan memanfaatkan teknologi yang ada, dapat gereja melalui sarana komunikasi yang semakin canggih, serta sebagai sarana penyebaran injil. Di sisi buruknya, perkembangan teknologi ini juga menyebabkan orang melupakan gereja dan memberikan sinyal kebosanan tehadap acara – acara yang diselenggarakan oleh gereja. Anak zaman sekarang kebanyakan atau lebih sering mengisi waktu dengan bermain bersama temannya, menonton sinetron dan lain sebagainya. Hal ini di biarkan terus menerus akan memberikan dampak buruk bagi pewartaan injil yang menjadi salah satu misi utama gereja.

 

v  Gereja

Lebih aktif lagi untuk mengalahkan acara – acara yang melibatkan kaum muda. Orang muda juga harus berperan dalam struktur kepengurusan gereja dan juga dalam proyek – proyek yang dijalankan oleh gereja. Dalam hal ini, gereja dapat bekerjasama dengan lingkungan untuk membuat acara – acara yang dapat mewadahi kaum muda untuk berkarya seperti rekoleksi, retret, latihan koor, legio maria dan lain sebagainya.

v  Kaum muda

Kita harus sadar bahwa kita menjadi unjuk tombak pewartaan iman gereja.

 

BAB III

PENUTUP

                       

KESIMPULAN

Kaum muda adalah generasi harapan keluarga, gerja, nusa dan bangsa. Hidup menggereja diibaratkan sebagai hidup di sebuah keluarga.

Secara rohani gereja di artikan sebagai umat Allah, kita sebagai tubuh, dengan kepalanya adalah kristus. Artinya bahwa kita hidup bersama dengan Yesus dan ambil bagian dalam Tubuh Mistik-Nya.

Sungguh menjadi jelas keterlibatan dalam gereja merupakan suatu panggilan yang istimewah, sebab kita adalah anggota tubuh Kristus. Oleh karena itu, di masa sekarang ini sangatlah baik jika orang muda diberi tempat untuk ambil bagian dalam kegiatan lingkungan dan gereja. Kaum muda buka objek, melainkan subjek dalam pengembangan iman dan karakter guna pengembangan gereja.

Analisa Keterlibatan Umat Khatolik dalam hidup Berpolitik

 

Analisa keterlibatan umat katolik dalam hidup berpolitik, berilah data dan fakta atas rupa-rupa keterlibatan itu? Bagaimana penilaian anda?

 

Jawab :

 

Analisa keterlibatan umat katolik dalam hidup berpolitik

 

Politik menjadi salah satu yang sering kali diserukan Gereja. Dalam urusan politik, Gereja tidak hanya berbicara tentang keterlibatan umatnya dalam politik, tetapi juga melihat keterkaitannya dengan nilai-nilai iman kristiani.

Politik juga merupakan salah satu lahan untuk mewartakan kabar gembira.

Melihat pentingnya peran setiap individu dan kelembagaan yang ada, amat penting untuk menegaskan tujuan hidup berbangsa dan bernegara dalam wadah negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar Negara dalam masyarakat yang plural di Indonesia (barangkali) amat penting untuk diteguhkan kembali. Demikian juga negara kesatuan NKRI penting untuk dihayati eksistensinya.

Pengalaman menampilkan bahwa hingga kini masih ada perilaku politik umat Katolik yang bertentangan dengan rambu-rambu moral, etika dan sopan-santun yang diinspirasi oleh nilai-nilai Injili.

“Gereja Katolik tidak dibenarkan untuk memihak kelompok tertentu. Tugas Gereja Katolik adalah mengayomi secara adil dan menyeluruh. Selain itu, pesan ini juga mengingatkan umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik agar bisa membedakan mana urusan Gereja dan mana urusan negara.

bahwa dua sisi tersebut tidak boleh dileburkan, tetapi tetap hadir sebagai sisi yang saling melengkapi, saling menguatkan dan saling membangun. Walau harus diakui jika kita mencermati realitas bangsa sekarang ini, Pemilu akan tidak bermanfaat apabila masih ada hal-hal yang terjadi di masyarakat seperti adanya intoleransi, hoax, radikalisme, politik identitas, dan lain-lain.

Bentuk keterlibatan umat katolik dalam dunia politik lebih leluasa dibandingkan dengan hirarki, karena justru panggilan khas mereka adalah terlibat dalam tata dunia. Secara kongkrit keterlibatan umat katolik dalam politik adalah keterlibatan dalam bermasyarakat. umat katolik menyatu dengan masyarakat umum sebagai makhluk sosial yang peduli dengan sesama dan lingkungannya serta lebih jauh berani mengambil bagian dalam setiap kesempatan sosial dan politik yang terbuka bagi mereka. Misalnya terlibat dalam organisasi  RT atau RW, organisasi kemasyarakatan, terlibat dalam partai politik dan lain-lainnya

Konsili Vatikan II dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam, Apostolicam Actuositatem, no. 14 menyatakan: “Terdorong oleh cinta akan bangsanya dan oleh rasa tanggungjawab akan tugas-tugas sebagai warga negara, orang Katolik harus merasa dirinya bertanggungjawab untuk memajukan kesejahteraan bersama dalam arti kata yang sebenarnya. Mereka berusaha memperbesar pengaruh mereka, supaya perundang-undangan sejalan dengan hukum-hukum kesusilaan dan dengan kesejahteraan bersama…Hendaknya orang-orang Katolik, yang mahir dalam bidang politik, dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan-urusan umum”.

Dalam pernyataan ini tampak dengan jelas pandangan Gereja Katolik tentang politik. Keterlibatan dalam bidang politik berpangkal dari cinta akan bangsa dan rasa tanggungjawab akan tugas-tugas sebagai warga negara. Dalam arti ini, keterlibatan dalam dunia politik adalah wujud tanggung jawab dari setiap warga negara untuk memajukan kesejahteraan bersama dan mencapai cita-cita bersama, yakni masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itu, diperlukan keterlibatan secara aktif dan menggunakan segala kemampuan atau pengaruh yang dimiliki untuk memastikan bahwa setiap undang-undang yang dibuat sejalan dengan hukum-hukum kesusilaan dan bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Tanpa partisipasi aktif dari seluruh warga, khususnya mereka yang berkecimpung dalam dunia politik ada bahaya bahwa undang-undang yang dibuat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal seperti keadilan, perlakuan dan perlindungan terhadap semua golongan, penghormatan terhadap martabat dan hidup manusia serta jaminan terhadap mereka yang lemah.

Dari pandangan ini menjadi jelas bahwa orang Katolik, baik kaum awam maupun para imam, biarawan/wati bukan hanya boleh ikut terlibat dalam dunia politik, tetapi merupakan suatu keharusan. Tentu saja “porsi” keterlibatannya berbeda antara Imam/Biarwan/ti dibandingkan dengan awam sesuai dengan mandat dan tugas masing-masing. Konsep Gereja sebagai umat Allah membuka pintu sangat lebar bagi keterlibatan umat dalam politik. Hal ini dipertegas oleh sejumlah Dokumen Konsili Vat II.

Apostolicam Actuositatem, no. 2, secara khusus menekankan ciri keduniaan dari kehidupan kaum awam beriman kristiani. Dengan ciri khas status hidup awam di tengah masyarakat dan urusan-urusan duniawi, mereka dipanggil Allah untuk dijiwai semangat kristiani, ibarat ragi, menunaikan kerasulan mereka di dunia. Dari dekrit yang sama, no. 9 ditegaskan mengenai pentingnya kerasulan kaum awam, baik internal Gereja maupun dalam masyarakat: “Kaum awam menunaikan kerasulan mereka yang bermacam-ragam dalam Gereja maupun masyarakat. Dalam kedua tatanan hidup itu terbukalah pelbagai bidang kegiatan merasul.” Demikian juga dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia dewasa ini, Gaudium et Spes, no. 52, ditegaskan tentang tanggungjawab semua umat beriman dalam urusan kesejahteraan umum, keamanan, politik, ekonomi, kebudayaan dan hidup berkeluarga, baik dalam menanggung beban keluarga, maupun dalam mendidik anak menuju kepada kesempurnaan.

Lebih jauh Johanes Paulus II, dalam Ensiklik Christi Fideles Laici menyebut bahwa dunia kerasulan kaum beriman kristiani adalah bidang sosial ekonomi, politik, kebudayaan dan pendidikan. Hal ini menemukan pendasaran biblisnya dalam Kis. 2:1-40 yang memberikan inspirasi kepada umat Katolik untuk bergerak keluar dari persembunyian dan berani mewartakan kabar baik kepada semua bangsa. Bagi kita, umat Katolik pada umumnya, usaha kita terlibat dalam politik praktis bukanlah sebagai sarana atau kendaraan untuk melebarkan sayap Gereja. Ekspansionisme dan Proselitisme (mencari kawan sebanyak-banyaknya) sudah bukan waktunya. Tugas utama kita adalah ikut menyumbangkan jasa agar Indonesia semakin menjadi negara dan masyarakat yang lebih baik.

Namun di pihak lain Gereja tetap melarang keterlibatan para uskup, imam, serta rohaniwan dan rohaniwati dalam arena politik praktis. Hukum Kanonik, kan. 287, misalnya mengatakan bahwa para klerus tidak diperbolehkan terlibat dalam dan memimpin partai politik tertentu. Konferensi Wali Gereja Indonesia (2008) membuat pernyataan bahwa demi menjaga objektivitas dan netralitas pelayanan gerejawi, maka pimpinan Gereja tidak dapat merangkap sebagai pengurus partai politik. Mengapa larangan seperti ini dibuat dan terus dipertahankan?

Larangan ini dibuat atas pertimbangan bahwa para Uskup, Imam dan bahkan kaum religious merupakan simbol dan kekuatan yang mempersatukan komunitas umat beriman. Karena itu, apabila terlibat dalam politik praktis dan pada suatu ketika harus berseberangan dengan umat beriman katolik lainnya karena tuntutan politik partisan, maka hal ini akan memperlemah otoritas pengajaran serta posisi mereka sebagai penyatu, pelindung dan pembimbing umat beriman. Kalau demikian, maka pertanyaannya ialah apakah para hirarkis harus tutup mulut terhadap kegelisahan, penderitaan, kemiskinan dan ketidakadilan sosial yang terjadi ditengah masyarakat sebagai akibat dari struktur politik dan ekonomi yang tidak adil?

Ajaran Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini (GS), menyiratkan penegasan yang mengajak seluruh umat beriman untuk mulai bertindak. Adalah saatnya tiba untuk bertindak dan beraksi, bukan berbicara dan berwacana saja. Tindakan dan aksi itu, secara khusus menyasar pada dunia politik dengan komitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan bersama. Hal itu ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam sambutannya pada tgl 1 Januari 1985: “Sudah saatnya kita mengubah kata-kata menjadi tindakan. Tiap individu, masyarakat dan keluarga, penganut agama, organisasi-organisasi nasional dan internasional, hendaknya mengakui bahwa mereka terpanggil untuk memperbaharui komitmen mereka: bekerja bagi perdamaian”. Dalam hal itu Paus sudah menyuarakan bahwa Gereja harus membawa perdamaian, atau Gereja mengajak semua orang untuk merubah dunia agar lebih damai. Inilah seruan politik dari pemimpin Gereja Katolik bagi dunia.

Gereja Katolik memandang politik sebagai salah satu bidang pelayanan demi perwujudan kasih Allah. Bentuk pelayanan ini mengambil wujudnya paling kongkrit dalam upaya setiap umat beriman memajukan kesejahteraan umum. Kitab Suci mengatakan, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (bdk. Yeremia 29:7). Politik merupakan hak, tanggungjawab dan panggilan semua anggota Gereja. Oleh karena itu, kehidupan politik tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Sebagai warganegara yang baik, umat Katolik memiliki kewajiban ikut terlibat dalam memperjuangkan kebaikan umum (bonum commune) yang merupakan tujuan politik (bdk. Kan. 747, § 2). Sebagai insan politik yang mengimani Kristus sudah sepantasnya nilai-nilai Injili  mewarnai cara berpolitik umat Katolik (bdk. Kan. 747, § 1). Nilai-nilai itu adalah: inklusif (nondiskriminatif), preferential option for the poor, HAM, solidaritas, subsidiaritas dan bonum publicum/bonum commune. Nilai – nilai tersebut merupakan dasar visi politik umat Katolik yaitu membangun suatu tatanan politik yang adil, beradab dan mengabdi pada kepentingan umum, terutama kelompok masyarakat yang dirugikan.

Alasan mendasar yang membuat umat Katolik terus terlibat aktif dalam urusan politik terletak pada panggilan Ilahi untuk mempertegas moral politik yang benar yaitu politik demi keadilan, perdamaian, kesejahteraan dan kebaikan bersama serta penghormatan terhadap hak-hak asasi dan martabat manusia. Moral politik ini bertentangan dengan mentalitas individualistik dan etika individualisme. Etika ini mengagung-agungkan kebebasan dan pilihan hidup berdasarkan kepentingan individu semata-mata, tetapi mengabaikan kepentingan dan kebaikan kolektif. Sambil menolak etika individualisme ini, Gereja mengajak semua umat beriman supaya bersikap kritis terhadap setiap idiologi dan etika serta berani menolak idiologi dan etika kehidupan yang berpotensi menghancurkan prinsip kebaikan, kesejahteraan, keadilan, kesatuan dan keselamatan kolektif  yang menjadi tujuan politik yang sesungguhnya.


Kerasulan awam, yang menukik secara sempit kepada kerasulan dalam dunia politik adalah sakramen, yakni jalan menuju kepada keselamatan. Bidang politik sebagai salah satu bentuk kerasulan awam, dalam arti luas, adalah wujud konkret dari keberpihakan kita demi kesejahteraan bersama dengan keterlibatan sepenuh hati dalam usaha mewujudkan kepentingan umum yang adil, damai dan sejahtera. Gereja Katolik melihat politik sebagai sesuatu yang pada hakekatnya baik, sebagai “seni” untuk mengatur kehidupan bersama dan megusahakan kesejahteraan umum. Oleh karena itu, Gereja sebagai entitas yang berjuang bagi terwujudnya keselamatan dan syaloom, tidak bisa bersikap indifferent dalam dunia politik. Gereja, melalui kaum awam harus terlibat secara aktif dalam dunia politik agar kesejahteraan umum yang diperjuangkan itu secara perlahan tetapi pasti dapat terwujud.

Berhadapan dengan kenyataan politik yang tidak sesuai dengan hakekatnya, Gereja Katolik mengajak semua pihak untuk kembali kepada visi dan misi politik yang sebenarnya, yakni sebagai medium bagi perjuangan kesejahteraan umum dengan berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran, hormat terhadap martabat pribadi manusia, solidaritas dan subsidiaritas. Untuk itu, Gereja Katolik memperjuangkan pembaharuan politik dengan menekankan perubahan dari politik yang bersifat pencitraan dan politik uang  menjadi politik kompetensi dan pengabdian; dari politik sektarian dan primordialis menjadi politik yang terbuka dan pluralistik; dari politik yang bersifat “top down” menjadi politik yang berpola “bottom up”; dari politik struktural authoritatif menjadi politik konstitusional fungsional dan demokratis; dan dari politik kroni menjadi politik yang terbuka bagi persaingan publik.

Untuk ikut menentukan jalannya politik, Gereja, dalam hal ini kaum awam harus secara aktif terlibat dan ikut mewarnai dunia politik. Hanya dengan terlibat secara aktif, Gereja ikut berperan mengubah dunia politik kearah yang lebih baik. Keterlibatan secara aktif dalam dunia politik melalui perebutan jabatan publik (legislatif dan eksekutif) memerlukan suatu strategi yang jitu. Konsolidasi komitmen adalah salah satu strategi yang telah terbukti ampuh dan dapat diterapkan di tempat lain dalam upaya meraih jabatan publik.

Untuk mewujudkan perubahan tersebut di atas, setiap anggota Gereja perlu berperan aktif sebagai “garam dan terang dunia”, sesuai tugas tanggungjawab, situasi dan kemampuannya masing-masing, serta sesuai aturan yang berlaku. Dalam hal ini semua anggota Gereja: kaum klerus, biarawan-biarawati dan kaum awam dapat dan perlu memainkan peranannya sesuai hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat/negara dan serentak warga Gereja. Secara khusus, kaum klerus serta biarawan dan biarawati dapat berperan secara formatif dan tidak langsung, yakni sebagai pembina, pengawal dan pengontrol dunia politik; sedangkan kaum awam berperan secara praktis dan langsung, sebagai politisi, pemimpin eksekutif dan birokrat.

Bila hal itu tidak dilakukan, maka nasib dan masa depan kita akan ditentukan oleh orang lain seperti yang dikatakan oleh Mgr. Soegijapranata kepada politikus Katolik Indonesia I.J. Kasimo:  ”Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu, tanpa kamu terlibat di dalamnya.” Ini merupakan ajakan kepada setiap orang beriman untuk peka akan kecemasan dan harapan, penderitaan dan kegembiraan bangsa ini. Ini merupakan ajakan bagi segenap insan Katolik untuk teribat secara aktif dalam dunia politik, ikut menentukan masa depan diri dan bangsa. Menjadi orang Katolik Indonesia berarti 100 % Katolik dan 100% Indonesia (Rm I Ketut Adi Hardana, MSF)I

 

Penilaian

 

Berbicara mengenai relasi agama dan politik, kedua entitas tersebut memiliki proses tarik menarik kepentingan. Agama memiliki peran strategis dalam mengkonstruksi dan memberikan kerangka nilai serta norma dalam membangun struktur negara dan pendisiplinan masyarakat. Negara menggunakan agama sebagai legitimasi dogmatik untuk mengikat warga negara agar mematuhi aturan-aturan yang ada. Adanya hubungan timbal balik itulah yang kemudian menimbulkan hubungan saling mendominasi antar kedua entitas tersebut. Negara yang didominasi unsur kekuatan agama yang terlalu kuat hanya akan melahirkan negara teokrasi yang cenderung melahirkan adanya hipokrisi moral maupun etika yang ditunjukkan para pemuka agama. Kondisi tersebut terjadi karena adanya pencampuradukan unsur teologis dan materialis secara konservatif. Adapun negara yang mendominasi relasi agama justru menciptakan negara sekuler yakni persoalan agama kemudian termarjinalkan dan tereduksikan dalam pengaruh kehidupan berbangsa dan bernegara, keduanya harus seimbang. Isu tentang relasi agama dan politik merupakan isu tua dalam sejarah manusia modern, keduanya pun senantiasa memantik polemik ihwal posisi agama dalam arena politik yang setidaknya, melibatkan dua kelompok yang secara diametris berlawanan. Satu pihak mengampanyekan agar agama dilibatkan dalam setiap pertimbangan politik. Gagasan ini dikenal sebagai teokrasi, pemerintahan berbasis agama. Konsekuensinya, agama menjadi payung tertinggi dalam setiap kebijakan politik. Disisi lain, ada pihak yang justru menolak campur tangan agama dalam urusan politik. Agama harus ditepikan dari diskursus publik dan dimengerti sebagai perkara privat yang hanya menyangkut kepentingan individu per individu. Agama tidak lebih dari urusan ritual yang menggambarkan dependensi manusia dengan tuhannya. Didalam perpolitikan Indonesia, isu ini turut mewarnai perjalanan sejarah bangsa. Sejak awal pembentukannya, hingga saat ini. Dulu ketika pembuatan piagam jakarta, poin pertama yang semula berisi “ketuhanan dengan menjalankan syariat-syariat islam bagi para pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan yang maha esa”. Perubahan ini terjadi setelah para tokoh berdiskusi dan sebagai upaya agar tidak terjadi perpecahan diantara warga negara lainnya. Kemudian kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau ahok selaku mantan gubernur DKI Jakarta, dalam sebuah pernyataannya, dia menngatakan bahwa “jangan sampai kaum muslimin terpengaruh oleh isi Surat Al-Maidah Ayat 51 yang menerangkan tentang haramnya orang muslim memilih pemimpin nonmuslim”. Hal ini yang kemudian menjadi polemik panjang dan dijadikan senjata bagi lawan-lawan politik Ahok untuk menjatuhkannya. Ahok dianggap telah melakukan penistaan agama, telah menghina teks agama yang suci dan lain sebagainya. Pro dan kontra terus bergulir mulai dari tokoh agama hingga akademisi saling berbalas dan membela kepentingannya.

Dari kasus ini saja kita bisa melihat, bahwa agama selalu menjadi komoditas politik. Antara agama dan politik mempunyai kepentingan masing-masing. Politik membutuhkan agama sebagai alat legitimasinya, dan agama membutuhkan politik sebagai alat penyebarannya sehingga hubungan agama dan politik adalah simbiotik. Seperti manuver politik yang dilakukan oleh Joko Widodo ketika pemilu 2019, sebuah hal yang bisa dibilang sangat menarik, mengingat saat itu Jokowi selaku capres belum menentukan pasangan yang akan mendampinginya dalam kontestasi politik terbesar di Indonesia. Ketika Jokowi mengumumkan pasangan yang akan mendampinginya dalam pemilu 2019, masyarakat sontak terkejut. Nama Ma’ruf Amin terpampang jelas, tentu saja ini merupakan manuver yang tidak diduga sebelumnya, Ma’ruf amin yang merupakan tokoh ulama terkenal menjadi pasangan dari Joko Widodo. Berkat manuvernya tersebut, pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin berhasil memenangkan pemilu 2019. Jokowi-Ma’ruf memperoleh banyak suara,khususnya dari kelompok muslim yang tertarik karena salah satu paslon tersebut merupakan tokoh ulama terkenal, sehingga masyarakat umum banyak yang tertarik. Dari contoh-contoh tersebut kita bisa mengetahui, agama dan politik tidak akan pernah bisa dipisahkan. Keduanya akan selalu berjalan beriringan dan akan selalu berdampingan.

Diskusi 3 - Evaluasi Pembelajaran Di SD - PDGK4301

hay teman - teman mahasiswa... Dibawah ini saya membagikan jawaban dari pertanyaan diskusi pada pertemuan ke tiga Mata Kuliah Evaluasi  Pemb...